Pobesito.com, Indonesia – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali menunjukkan pergerakan fluktuatif di pekan kedua November 2025.
Meskipun tekanan dari faktor eksternal masih terasa — seperti ketidakpastian arah suku bunga global dan pelemahan sejumlah bursa dunia — sejumlah analis menilai IHSG masih memiliki peluang untuk kembali menguat dalam jangka pendek.
Pergerakan IHSG ini mencerminkan kondisi pasar yang dinamis, di mana investor mencoba menyeimbangkan antara sentimen global yang cenderung negatif dan fundamental ekonomi domestik yang tetap solid. neraka33
“Fluktuasi IHSG dalam beberapa waktu terakhir lebih disebabkan oleh faktor psikologis dan aksi ambil untung jangka pendek,” ujar analis pasar modal Arjuna Mahendra dari Indo Premier Sekuritas.
1. IHSG Bergerak dalam Rentang Konsolidasi

Sepanjang pekan ini, IHSG bergerak dalam kisaran 7.000–7.150, dengan tekanan jual sesekali muncul di sektor perbankan dan energi.
Namun, support kuat di area 6.980 menjadi penahan utama penurunan indeks.
Data Bursa Efek Indonesia (BEI) menunjukkan bahwa hingga akhir pekan, IHSG ditutup melemah tipis 0,28% ke level 7.065, namun secara tahunan masih mencatat kenaikan 2,9% year-to-date (YTD).
Analis menilai fase ini merupakan periode konsolidasi sehat, sebelum pasar kembali mengalami penguatan menjelang akhir tahun seiring dengan potensi window dressing dan masuknya dana investor asing.
“Selama IHSG tidak menembus support 6.950, peluang rebound tetap terbuka lebar,” ujar Reza Priyambada, analis senior CSA Research Institute.
2. Sentimen Global: The Fed, Emas, dan Oil
Faktor global masih menjadi salah satu penentu utama pergerakan IHSG.
Pasar saham Asia cenderung tertekan akibat ketidakpastian arah kebijakan The Federal Reserve (The Fed) yang masih mempertahankan suku bunga tinggi di kisaran 5,25%–5,50%.
Kondisi ini menyebabkan aliran dana asing cenderung menunggu sebelum masuk kembali ke pasar negara berkembang, termasuk Indonesia.
Selain itu, harga minyak dunia yang fluktuatif di kisaran USD 80–83 per barel juga memengaruhi saham sektor energi.
Namun, kabar baik datang dari harga emas dunia yang mulai stabil setelah melemah beberapa pekan sebelumnya.
Kestabilan harga komoditas ini sedikit menenangkan kekhawatiran investor terhadap inflasi global.
“Pasar masih menunggu sinyal kejelasan arah kebijakan moneter global, terutama dari The Fed dan Bank of Japan,” jelas analis Valbury Sekuritas Maya Indrawati.
3. Fundamental Domestik Tetap Kuat
Meski ada tekanan eksternal, fundamental ekonomi Indonesia masih terjaga.
Pertumbuhan ekonomi kuartal III 2025 tercatat 5,1% yoy, ditopang konsumsi rumah tangga dan ekspor nonmigas.
Inflasi tetap terkendali di level 2,7% yoy, sedangkan nilai tukar rupiah relatif stabil di kisaran Rp15.500 per USD.
Selain itu, cadangan devisa Indonesia meningkat menjadi USD 142 miliar, cukup untuk membiayai 6,5 bulan impor dan menjaga stabilitas moneter.
Kondisi ini membuat investor domestik tetap percaya diri menahan posisi mereka di pasar saham.
“Faktor makroekonomi Indonesia masih jauh lebih kuat dibanding banyak negara lain di kawasan,” tambah Reza.
4. Aksi Investor Asing dan Dana Lokal

Data BEI mencatat, investor asing masih mencatatkan net buy senilai Rp1,2 triliun sejak awal November 2025.
Namun, arus masuk ini bersifat selektif — sebagian besar mengalir ke saham sektor perbankan, infrastruktur, dan consumer goods.
Investor lokal juga aktif melakukan akumulasi, terutama di saham-saham berkapitalisasi besar (blue chip).
Saham seperti BBRI, TLKM, UNVR, dan ASII menjadi favorit karena memiliki kinerja stabil dan dividen yang menarik.
“Investor lokal kini menjadi motor utama stabilitas IHSG. Kapitalisasi pasar domestik tumbuh konsisten,” ujar Direktur Riset BEI I Gede Nyoman Yetna.
5. Sektor Penopang IHSG
Beberapa sektor yang masih menjadi pendorong utama IHSG antara lain:
- Perbankan:
Masih menjadi kontributor terbesar terhadap kapitalisasi pasar.
Laporan kinerja kuartal III 2025 menunjukkan pertumbuhan laba bersih bank besar mencapai 7–9% yoy, didukung kredit konsumsi dan digital banking. - Consumer Goods:
Permintaan domestik yang stabil membuat sektor ini terus tumbuh positif.
Saham UNVR, ICBP, dan MYOR menunjukkan tren penguatan seiring meningkatnya daya beli. - Infrastruktur & Energi Terbarukan:
Proyek pemerintah dan ekspansi BUMN membuat saham sektor ini menarik perhatian investor jangka menengah. - Teknologi & Telekomunikasi:
Emiten digital seperti TLKM, EMTK, dan GOTO mulai menunjukkan pemulihan transaksi digital dan efisiensi operasional.
6. Peluang Window Dressing Akhir Tahun
Bulan November dan Desember dikenal sebagai periode window dressing, di mana manajer investasi biasanya meningkatkan portofolio untuk mempercantik kinerja tahunan.
Fenomena ini seringkali mendorong penguatan IHSG secara musiman.
Historis menunjukkan bahwa dalam 10 tahun terakhir, IHSG rata-rata naik 3,5% pada bulan Desember, terutama didorong oleh sektor konsumsi dan perbankan.
Tahun ini, potensi tersebut masih terbuka mengingat valuasi saham Indonesia yang relatif menarik dibanding negara lain di kawasan ASEAN.
“Potensi penguatan IHSG menjelang akhir tahun cukup besar, apalagi jika inflasi tetap stabil dan rupiah tidak melemah tajam,” kata analis BCA Sekuritas Melani Sari.
7. Risiko yang Harus Diwaspadai
Walau peluang penguatan terbuka, investor tetap perlu waspada terhadap beberapa faktor risiko:
- Tekanan eksternal dari kebijakan moneter global yang lebih ketat.
- Volatilitas nilai tukar rupiah jika terjadi arus keluar modal asing mendadak.
- Geopolitik global yang masih belum stabil, terutama di kawasan Timur Tengah.
- Kinerja emiten sektor komoditas yang sensitif terhadap harga global.
Namun, para analis menilai risiko ini bersifat jangka pendek dan dapat diredam oleh kuatnya permintaan domestik.
8. Strategi Investor di Tengah Fluktuasi
Analis merekomendasikan investor untuk tidak panik terhadap pergerakan jangka pendek, dan fokus pada fundamental emiten.
Rekomendasi strategi:
- Akumulasi bertahap di saham defensif seperti BBRI, TLKM, UNVR, dan ICBP.
- Trading pendek di saham berfluktuasi tinggi seperti MEDC, ADRO, dan PGAS.
- Hindari saham gorengan yang mudah digerakkan spekulan tanpa fundamental kuat.
- Diversifikasi portofolio ke reksa dana indeks atau ETF berbasis LQ45 untuk menjaga stabilitas.
“Momentum beli terbaik biasanya muncul saat indeks berada di area support kuat,” ujar Arjuna Mahendra.
9. Outlook IHSG Akhir 2025

Dengan kombinasi faktor teknikal dan fundamental yang solid, analis memperkirakan IHSG berpotensi menembus kembali level 7.200–7.300 menjelang akhir tahun.
Prospek ini ditopang oleh:
- Pemulihan konsumsi domestik.
- Kinerja positif emiten perbankan dan consumer goods.
- Stabilitas inflasi dan nilai tukar rupiah.
- Masuknya dana asing ke emerging markets saat ekspektasi pelonggaran kebijakan moneter global meningkat.
“Selama sentimen global tidak memburuk tajam, IHSG masih punya ruang penguatan menuju akhir tahun,” simpul Melani.
Kesimpulan
Pergerakan IHSG yang fluktuatif mencerminkan dinamika wajar di tengah kondisi global yang tidak pasti.
Namun, kekuatan fundamental ekonomi Indonesia dan optimisme investor domestik menjadi alasan kuat bahwa peluang penguatan tetap terbuka.
Dengan menjaga disiplin investasi, memperhatikan level teknikal, dan fokus pada emiten berkualitas, investor dapat tetap meraih peluang di tengah volatilitas pasar.
“Fluktuasi hanyalah bagian dari perjalanan naiknya IHSG,” tutup Arjuna Mahendra.







