Nilai tukar rupiah naik lima poin terhadap dolar Amerika Serikat pada penutupan perdagangan Kamis (9/10/2025), menutup hari di level Rp16.568 per dolar AS.
Kenaikan ini relatif tipis, menandakan pasar valuta asing masih bergerak hati-hati di tengah gejolak global dan ketidakpastian arah kebijakan moneter Amerika Serikat.
Meskipun pergerakannya tidak terlalu besar, penguatan ini dianggap sebagai sinyal positif bahwa stabilitas makroekonomi Indonesia masih terjaga di tengah tekanan eksternal.

Pergerakan Rupiah di Pasar Spot
Pada sesi pembukaan, rupiah sempat melemah tipis ke level Rp16.580, mengikuti pergerakan indeks dolar yang menguat di pasar global.
Namun menjelang sore, tekanan terhadap rupiah mulai mereda berkat intervensi likuiditas oleh Bank Indonesia (BI) dan aksi beli investor asing di pasar obligasi domestik.
Akhirnya, rupiah ditutup menguat 5 poin (0,03%) ke level Rp16.568 per dolar AS dibandingkan posisi sebelumnya di Rp16.573.
Volume transaksi masih tergolong moderat, mencerminkan sikap pelaku pasar yang menunggu arah kebijakan suku bunga The Fed dan perkembangan inflasi di AS.
Faktor Domestik yang Menahan Tekanan
Beberapa faktor internal membantu menjaga rupiah agar tidak melemah terlalu dalam dan bahkan berhasil mencatatkan penguatan kecil.
1. Intervensi Bank Indonesia
Bank Indonesia terus melakukan intervensi ganda — baik di pasar valas spot maupun melalui Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF).
Langkah ini terbukti efektif meredam volatilitas berlebihan dan menjaga ekspektasi pasar tetap positif terhadap stabilitas rupiah.
2. Cadangan Devisa yang Kuat
Cadangan devisa Indonesia hingga September 2025 masih berada di level USD 142 miliar, cukup untuk membiayai lebih dari enam bulan impor.
Kondisi ini menjadi penopang utama bagi persepsi pasar terhadap kemampuan pemerintah menjaga ketahanan eksternal.
3. Surplus Neraca Perdagangan
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat surplus neraca perdagangan sebesar USD 2,9 miliar pada Agustus 2025.
Surplus ini membantu suplai dolar di pasar domestik dan mendukung kestabilan nilai tukar.

Sentimen Global yang Membatasi Penguatan
Meski secara fundamental rupiah cukup solid, ada sejumlah faktor eksternal yang membuat penguatan rupiah tertahan.
1. Penguatan Dolar AS
Indeks dolar AS (DXY) bergerak di kisaran 106,2, masih tinggi karena investor global mencari aset aman di tengah ketidakpastian geopolitik di Timur Tengah dan Eropa.
Ketika dolar AS menguat secara global, mata uang emerging market seperti rupiah cenderung melemah atau sulit menguat signifikan.
2. Spekulasi Kebijakan The Fed
Pasar masih menanti keputusan Federal Reserve soal arah suku bunga.
Pernyataan hawkish dari beberapa pejabat The Fed membuat pelaku pasar bersikap konservatif terhadap aset berisiko termasuk rupiah.
3. Harga Komoditas Global
Harga minyak mentah dunia sempat naik ke USD 89 per barel, menimbulkan kekhawatiran akan kenaikan biaya impor energi Indonesia.
Lonjakan harga energi dapat menekan defisit transaksi berjalan dan berdampak pada nilai tukar.
4. Ketegangan Geopolitik dan Risiko Regional
Ketegangan politik di Asia Timur dan perang dagang AS–Tiongkok turut memicu arus keluar modal jangka pendek dari negara berkembang.
Pandangan Analis: “Kenaikan Tipis Masih Positif”
Analis pasar uang, Ibrahim Assuaibi, menilai penguatan lima poin tetap menjadi sinyal positif bagi stabilitas rupiah.
Menurutnya, pergerakan ini menunjukkan bahwa tekanan eksternal belum terlalu signifikan dan BI masih mampu menjaga keseimbangan pasar.
“Kondisi global memang belum stabil, tapi selama likuiditas domestik terjaga dan defisit fiskal terkendali, rupiah akan tetap stabil di kisaran Rp16.500–Rp16.600,”
ujar Ibrahim.
Ia menambahkan, investor asing masih menilai aset Indonesia menarik karena imbal hasil surat utang pemerintah (SBN) yang tinggi, mencapai 6,9% untuk tenor 10 tahun.
Perbandingan dengan Mata Uang Asia
Jika dibandingkan dengan mata uang Asia lainnya, kinerja rupiah tergolong stabil.
| Mata Uang | Perubahan (%) | Keterangan |
|---|---|---|
| Rupiah (IDR) | +0.03% | Menguat tipis |
| Baht Thailand (THB) | -0.08% | Melemah tipis |
| Ringgit Malaysia (MYR) | +0.05% | Sedikit menguat |
| Won Korea (KRW) | -0.12% | Tertekan oleh dolar |
| Yuan China (CNY) | -0.04% | Melemah terbatas |
Rupiah masih berada di posisi menengah — tidak terlalu volatil namun cukup responsif terhadap dinamika global.

Prospek Jangka Pendek: Rupiah di Zona Konsolidasi
Dalam waktu dekat, analis memperkirakan rupiah akan bergerak di kisaran Rp16.550 – Rp16.650 per dolar AS.
Penguatan yang lebih besar baru mungkin terjadi jika ada sinyal dovish dari The Fed atau masuknya aliran modal asing ke pasar obligasi domestik.
Selain itu, rilis data inflasi AS dan pergerakan harga minyak dunia dalam dua minggu ke depan akan menjadi faktor penentu arah rupiah selanjutnya.
Upaya Pemerintah & BI Menjaga Stabilitas
Pemerintah melalui Kementerian Keuangan terus menyiapkan instrumen fiskal yang fleksibel agar mampu merespons volatilitas global.
Beberapa kebijakan yang tengah diperkuat antara lain:
- Optimalisasi Devisa Hasil Ekspor (DHE): mewajibkan eksportir menempatkan devisa hasil ekspor di sistem perbankan nasional.
- Instrumen valas syariah: mendiversifikasi sumber pembiayaan luar negeri agar risiko kurs lebih terjaga.
- Kebijakan likuiditas sektor perbankan: memperkuat permodalan bank agar stabilitas keuangan tetap solid.
Langkah-langkah tersebut diharapkan dapat memperkuat posisi rupiah dan menahan volatilitas berlebih hingga akhir tahun.
Dampak Terhadap Masyarakat & Dunia Usaha
Walau penguatan rupiah hanya lima poin, dampaknya tetap terasa bagi sektor-sektor ekonomi tertentu.
1. Harga Impor Lebih Stabil
Penguatan meski kecil dapat membantu menahan kenaikan harga barang impor seperti bahan bakar, pangan, dan komponen elektronik.
2. Sektor Ekspor Tetap Kompetitif
Rupiah yang tidak terlalu kuat membuat produk ekspor Indonesia tetap kompetitif di pasar global, terutama bagi sektor manufaktur dan pertanian.
3. Kepercayaan Pasar Meningkat
Kurs yang stabil menumbuhkan rasa percaya pelaku pasar dan investor bahwa ekonomi Indonesia mampu bertahan menghadapi tekanan global.
Tantangan Ke Depan
Rupiah masih harus menghadapi sejumlah tantangan hingga akhir 2025, di antaranya:
- Ketergantungan pada ekspor komoditas mentah.
- Kinerja investasi asing langsung (FDI) yang fluktuatif.
- Defisit neraca jasa akibat tingginya impor sektor transportasi dan asuransi.
- Ketidakpastian global akibat perang dan perubahan iklim.
Namun, dengan fundamental ekonomi yang kuat dan langkah-langkah stabilisasi yang konsisten, rupiah diperkirakan akan tetap berada pada jalur positif.
Kesimpulan
Kenaikan rupiah lima poin di penutupan perdagangan mungkin terlihat kecil, tetapi memiliki makna besar bagi stabilitas ekonomi nasional.
Di tengah tekanan dolar AS, ketidakpastian global, dan dinamika pasar keuangan, rupiah menunjukkan ketahanannya.
Kestabilan ini menjadi modal penting menjelang akhir tahun, di mana faktor eksternal seperti suku bunga global dan geopolitik masih berpotensi mengguncang pasar.
Dengan koordinasi erat antara Bank Indonesia dan pemerintah, rupiah diharapkan tetap berada dalam jalur stabil dan mampu mendukung pemulihan ekonomi nasional secara berkelanjutan.







